Senin, 06 April 2009

Kota Kalajengking Pilihanku


Juni 2003 aku merantau ke Kota Kalajengking atau lebih dikenal dengan kota Batam, kota penuh harapan, aku berkhayal mengisi pundi-pundi setelah sampai disini, bagiku kota Batam menjanjikan masa depan yang cerah, aku berpikir semua hal-hal yang menyenangkan jika aku berada di kota Batam nantinya. Tekadku yang bulat untuk merantau tidak bisa dihalangai oleh apapun sekalipun badai menghadang (mirip lagu saja). Sebelumnya ada tiga alternatif kota yang menjadi tempat aku merantau, (habis aku perlu melihat hal-hal yang baru lagi setelah bertahun-tahun di kota Sumatera Barat alias Padang). Yaitu Kota Jakarta, Kota Irian Jaya dan Kota Batam, begini ceritanya kalau kota Jakarta tidak menjadi pilihan karena aku sudah pernah disana dan terasa kurang nyaman bagi aku pribadi, terus aku memilih kota Irian Jaya karena disana ada temanku disamping itu aku juga banyak tahu informasi tentang Irian Jaya dari keluargaku yang pernah menetap disana, akhirnya aku berpikir terlalu jauh kalau aku harus ke Iria Jaya. Terakhir aku memutuskan Kota Batam, kota yang katanya kota uang, mudah untuk mengisi pundi-pundi karena kota ini adalah kota industri dan kota batam inilah menjadi pilihanku.Sekarang aku sudah berada di kota batam tepatnya sejak awal Juni 2006, sebatang kara tanpa ada sanak saudara kecuali orang-orang satu suku yang langsung kuanggap menjadi saudara (itulah orang awak), pokoknya kalau sudah merantau satu suku menjadi terasa dekat walaupun dikampung halaman sebelumnya tidak kenal bahkan sedikit berlagu sombong. Pertama kali masuk Bandara Hang Nadim, terasa khawatir sekali karena aku hanya melihat dan bertemu dengan orang-orang asing. Jujur aku tidak merasa nyaman pertama kali masuk ke kota Batam, apalagi dari cerita sebelumnya bahwa kalau di Batam untuk seorang Perempuan jika sudah berada atau sudah pernah di batam (mohon maaf) tidak berharga alias di anggap remeh para lelaki terutama lelaki si hidung belang, tapi aku tetap berpikir positif bahwa dimana saja berada manusia itu sama tidak perlu di Batam di tempat asal kita pun tetap akan menjadi perempuan yang tidak benar kalau kita adalah orangnya tidak benar, “ya jadi semua itu tergantung dari diri kita masing-masing” itulah kata hatiku bicara.Aku sudah sampai di Batam, dan aku memilih tempat tinggal (kos) daerah Bengkong, kenapa karena aku sudah dapat informasi jangan tinggal daerah Nagoya yang lingkungan kehidupannya bebas sulit untuk dihindari seperti seks bebas, pesta narkoba, kumpul kebo, bahkan hubungan percintaan sejenis, guys, lengkap dengan mudah dijumpai di daerah sana. “lingkungan tempat tinggal kita sangat mempengaruhi apa jadinya kita” ya aku memilih untuk sedikit lebih aman walaupun daerah bengkong tidak menutupi adanya hal-hal seperti itu. Pertama kali yang aku lakukan di Batam adalah mengurus identitas, dan informasi tentang pembuatan identitas seperti KTP kita akan mudah menemui calo gentayangan, dan pendatang baru menjadi sasaran empuk, para calo pasang harga pengurusan KTP mulai dari harga siap 3 hari sampai harga siap 2 minggu. “aku memilih mengurus sendiri” ya aku layaknya seorang turis lokal yang tidak tahu apa-apa, kadang-kadang jantungku berdetak kencang juga saat transportasi ojek kupilih buat mengantar ke tempat-tempat pengurusan, ya tempat atau daerah batam yang belum aku kenal sama sekali, aku ketakutan aku takut dibawa kabur oleh si tukang ojek atau aku takut dibawa kabur oleh sopir taksi. Namun hati kecilku bicara “Tuhan selalu disisiku, tidak akan terjadi sekecil apapun itu tanpa seiizin Yang Maha Kuasa”. Lama kelamaan aku sudah dapat banyak kenalan apalagi di Kota Batam ini penduduknya banyak juga ditemui orang awak dan akhirnya aku bilang bahwa orang Batam banyak juga yang baik dan ramah, buktinya ketakutan yang aku rasakan hanyalah sebuah perasaan, kenyataannya semua urusan aku di Batam mulai dari mengurus KTP, mencari lowongan kerja memasukan lamaran pekerjaan dan sampai aku memiliki teman-teman di Batam dengan berbagai jenis/suku/asal kampung halaman yang berbeda-beda misalnya, teman dari Flores, Medan, Sumbawa, Jambi, Bengkulu, Manado, Jawa bahkan antar Negara Malaysia, Singapura, India, China dan juga dengan berbagai macam agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Terbukti sampai sekarang aku masih di Batam hingga aku menikah dengan orang Batam, saat ini aku memiliki seorang putri yang juga lahir di batam dan aku semakin suka Batam.Kehidupan di Batam memang keras, kita akan bertemu dengan aktivitas tiap sebentar adanya penggusuran, berita kriminalitas setiap hari menghiasi Koran Harian Batam. Manusia dengan mudah membunuh manusia lainnya, hampir setiap hari ada saja yang menemui bayi baru lahir yang dibuang di tong sampah, ditempat umum bahkan di toilet kamar mandi, tidak dipungkiri semua itu hanya karena persoalan seputar ekonomi, penipuan dimana-mana berkedok menang undian atau apalah, ibu-ibu korban Hipnotis, perampokan bersenjata dan jika tidak hati-hati maka kita akan menjadi sasaran empuk bagi sang premanisme. Teman makan teman (jeruk kok makan jeruk), iklim kerja yang tidak kondusif, disini hukum rimba berlaku siapa yang kuat dialah yang menang. Tetapi Batam juga mempunyai sisi positifnya, misalnya sangat banyak kesempatan bagi kita untuk mencoba hal-hal yang baru di Batam, kalau kita sungguh-sungguh kita bisa maju dalam berkarir, kita bisa sukses dalam berbisnis karena peluang bisnis sangat banyak dan terbuka luas disini, jadi diri kita siap mau jadi apa saja asal kita mau atau kita hanya tinggal memilih warna hitam atau warna putih untuk kehidupan kita di Batam, itulah secuil tentang kota Kalajengking. Kalajengking, siapa yang tidak tahu Kalajengking, binatang yang menakutkan apalagi kalau sudah menggigit, dan sangat jarang orang menyukai kalajengking, tetapi jika kita pelihara maka kalajengking akan menjadi teman kita. “ingat binatang juga tidak akan buas jika kita tidak mengganggunya” itulah kalajengking dan Batam disebut kota Kalajenging karena memang kota Batam atau pulau Batam mirip Kalajengking.Sudah 6 tahun aku tinggal di Kota Batam, kehidupan aku tidak terlalu berubah masih menyandang status ekonomi standar, kualitas kehidupan juga tidak terlalu baik, bayangkan saja setiap sudut kota kita menjumpai mall, bekerja pagi pulang malam adalah sebagian aktifitas para pekerja industri di batam, tekanan hidup yang tinggi, siraman rohani yang kurang, tempat wisata yang kurang menarik. Kejenuhan setelah bekerja belum bisa hilang hanya dengan datang ketempat wisata yang itu-itu saja, arus lalu lintas yang tidak tertib (masih banyaknya pengendara kendaraan yang suka-suka). Tapi aku tetap suka Batam, buktinya aku masih tinggal di Batam. Kenapa ya, mungkin karena aku sudah minum air Batam jadi sulit untuk melupakan Kota Batam. “Tidak juga, yang benar Batam bukanlah seperti apa yang kita bayangkan dalam pikiran kita”, sebelum kita datang ke Batam alias Visit to Batam tepatnya Kunjungi Batam dulu baru berkomentar. The-End

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggal Komentar Anda, Jangan Spam ya! Trim,s